BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Sejak
dahulu tanah sangat berkaitan erat hubungannya dengan masyarakat khususnya di
Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan bagian dari kehidupan
manusia yang mendasar. Dalam berbagai aspek kehidupan manusia selalu
membutuhkan tanah sebagai tempat atau ruang untuk melaksanakan berbagai
aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Dewasa
ini, kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia terus berkembang seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk, jumlah usaha, dan meningkatnya kebutuhan lain
atas tanah maka tanah semakin dibutuhkan manusia. Padahal persediaan tanah
semakin hari semakin terbatas sehinnga berpengaruh pada masalah pertanahan.
Sebab semakin padat penduduk semakin pula meningkatnya harga tanah. Hal
tersebut mengakibatkan hak atas tanah sangat penting dalam kehidupan
masyarakat.
Demikian
pula tanah berpotensi timbulnya konflik atau sengketa yang rawan serta memiliki
potensi krisis sosial didalam masyarakat. Tanah dalam kehidupan masyarakat
dewasa ini menimbulkan masalah–masalah yang sampai sekarang belum dapat memuaskan untuk semua pihak. Konflik sosial
antar bebagai pihak sering terjadi, terutama antara masyarakat dengan
pemerintah dalam hubungan dengan rencana penggunaan tanah untuk pembangunan. juga
sering terjadi antara masyarakat dengan swasta dan anggota masyarakat dengan
anggota masyarakat masyarakat lainnya. Sering kita mendengar adanya banyak
sengketa perdata dimedia massa atau media lainya tentang sengketa kepemilikan
tanah berupa sertifikat tanah berlawanan surat tanda kepemilikan lainya (contohnya
girik) atau seperti sertifikat ganda dan banyak masalah lainya yang berhubungan dengan status kepemilikan.
Hal
ini menuntut pemilik tanah dan badan hukum untuk memperoleh kepastian hukum dan perlindungan
hukum atas kepemilikan tanah tersebut
maka pemerintah mengeluarkan Undang-undang Pokok Agraria no.5 Tahun 1960. Begitu
pentingnya tanah bagi kelangsungan hidup masyarakat maka dibutuhkan sejumlah
perangkat hukum tertulis yang lengkap dan jelas,yang dilakukan dengan konsisten
dan sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuan dan untuk dilakukan
terselengaranya pendaftaran tanah.
Semua
ini bertujuan untuk menghindari terjadinya persengketaan baik menyangkut
kepemilikan maupun perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemiliknya.
Pendaftaran yang dimaksud untuk memenuhi Asas
publisitief[1]
dan asaz sepesilitief[2] menurut peraturan pemerintah nomor 10 Tahun
1961, sebagaimana telah diubah dengan peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997.
Maka
untuk menjamin kepastian hukum terhadap hak milik maka melalui pendaftaran
tanah yang dilakukan masyarakat atau
badan hukum di Kantor Pertanahan, pemilik tanah atau pemegang hak milik atas tanah
dapat memperoleh tanda bukti berupa sertifikat tanah yang beralaku sebagai alat
pembuktian yang kuat atau dengan kata lain pemilik tanah mempunyai alat bukti
kuat dan jelas akan dijamin kepastian hukumnya. Jaminan kepastian hukum ini
tercantum dalam ketentuan pasal 19 ayat (1) Undang-undang pokok Agraria.
Pendaftaran
tanah merupakan suatu rangkaian yang dilakukan oleh pemerintah secara terus
menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan,
pembukuan, dan data yuridis dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian setifikat sebagai tanda bukti
atas haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang
membebaninnya.
Perolehan
tanah pada dasarnya merupakan hasil dari suatu proses peralihan hak sebagaimana
sesuai dengan ketentuan-ketentuan UUPA yang menjadi landasan hukum tanah di
Indonesia.
Di
Indonesia perolehan hak atas tanah terjadi disebabkan oleh dua hal, yaitu
beralih dan dialihkan. “Beralih” berarti
suatu peralihan hak yang disebabkan seseorang telah meningal dunia mak denga
sendirinya hak itu beralih ke orang yang berhak untuk mewarisi. Sedangkan “dialihkan” berarti suatu peralihan
yang dengan sengaja dilakukan agar hak tersebut lepas dari pemegang atau
pemilik sebelumya dan menjadi hak orang lain.
Peralihan
hak tersebut terjadi karena dua hal yang berkaitan dengan hukum yaitu peristiwa
hukum dan perbuatan hukum. Kedua cara perlihan itu harus tunduk pada ketentuan
hukum yang berkaitan. Selanjutnya perolehan hak tersebut dapat didaftarkan ke
Kantor Pertanahan setempat untuk mendapatkan sertifikat melalui proses
tertentu. Dengan demikian, hak atas tanah tersebut secara sah ada pihak yang memperoleh hak tersebut
sekaligus dapat dipertahankan.
B. RUMUSAN MASALAH.
Berdasarkan
latar belakang diats maka penulis merumuskan masalah yang akan bahas dalam
tugas akhir ini sebgai berikut :
1.
Apa pengertian dari Pendaftaran
Tanah;
2.
Apa tujuan pendaftaran Tanah;
3.
Apa Obyek pendaftaran Tanah;
4.
Bagaimana kegiatan dan pelaksanaan
Pendaftaran Tanah untuk pertama kali;
5.
Pengertian perolehan hak atas tanah
6.
Bagaimana proses memperoleh hak
atas tanah.
C. MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN
Maksud dari
penulisan tugas akhir ini adalah :
1. Memberikan
pengalaman kepada mahasiswa serta memperluas wawasan dan pengetahuan didalam
penyususanan tugas akhir ini,
2. mengembangkan
ilmu pengetahuan yang diperoleh selama
kuliah dan membandingkan dengan praktek-praktek di lapangan,
Tujuan penulisan dari tugas akhir
adalah:
1. memberikan
masukan bagi pihak yang berkepentingan terutama masyarakat yang belum
mengetahui tentang prosedur pendaftaran tanah dan perolehan hak milik atas
tanah,
2. Untuk
mengetahui efektifitas pendaftaran tanah dan perolehan hak milik atas tanah,
3. Melengkapi
tugas Jasa-jasa Hukum.
D. METODE PENELITIAN
Untuk
memperoleh data yang relevan, maka kami menggunakan beberapa metode yaitu :
1. Metode
Interview.
Yaitu melakukan wawancara lansung
kepada Pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN).
2. Metode
Kepustakaan.
Yaitu membaca dan mempelajari buku,
literatur yang berhubungan dengan penyusunan Tugas Akhir ini. Serta membaca
sumber-sumber di internet yang berkaitan tugas akhir ini.
E. SISTEMATIKA PENULISAN.
BAB I:
PENDAHULUAN, terdiri atas atas :
A. Latar
Belakang
B. Rumusan
Masalah
C. Tujuan
penulisan
D. Metode
Penulisan
E. Sistematika
Penulisan
BAB II: PEMBAHASAN MASALAH .yang
terdiri atas :
A. Pendaftaran
Tanah :
1. Pengertian
Pendaftaran Tanah
2. Tujuan
Pendaftaran Tanah
3. Obyek
Pendaftaran Tanah
4. Kegiatan
dan Pelaksanaan Pendaftaran tanah untuk pertama Kali
B. Perolehan
hak atas tanah
1. Pengertian
perolehan hak atas tanah
2. Bagaimana
proses memeperoleh hak atas tanah.
C. Studi
Kasus
BAB
III : PENUTUP, yang terdiri atas :
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB
II
PEMBAHASAN
MASALAH
A. PENDAFTARAN
TANAH
1.
PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH
Pendaftaran
tanah merupakan suatu rangkaian kegiatan, yang diilakukan oleh Negara atau
Pemerintah secara terus dan teratur, berupa pengumpulan data yang ada
diwilayah-wilayah tertentu, pengumpulan data tertentu, mengenai tanah-tanah
tertentu yang ada di wilayah-wilayah
tertentu, pengolahan, penyimpangan dan penyajian bagi kepentingan
rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan,
termasuk penerbitan tanda buktinya dan pemeliharaannya.
Didalam
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria(UUPA),
pengertian pendafataran tanah diatur dalam pasal 19 ayat (2) yaitu rangkaian
kegiatan yang meliputi :
1. Pengukuran,
pemetaan dan pembukuan tanah.
2. Pendaftaran
hak atas tanah dan peralihan tersebut.
3. Pembuktian
surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagian pembuktian yang kuat.
Kegiatan
pendaftaran tanah berupa pengukuran, pemetaan dan pembukuan tanah akan menghasilkan
pula peta-peta pendaftaran tanah dan surat-surat ukur yang berisi keterangan tentang tata letak, luas dan
batas-batas tanah yang bersangkutan.
Sedangkan
pendaftaran tanah berupa pendaftaran atas tanah dan peralihan hak akan
diperoleh keterangan mengeai status dari tanah yang didaftarkan serta beban-beban
apa yang ada diatasnya.
Pengertian
pendaftaran Tanah menurut pasal 1
peraturan pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 adalah :
“Pendaftaran Tanah
adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus,
berkesinambung dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan
penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan
daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk
pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada
haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang
membebaninya”.
Kata suatu rangkaian kegiatan menunjuk pada
berbagai kegiatan dalm proses terselengranya pendafteran tanah yang berkaitan
antara satu dengan yang yang lain yang berujung pada tersedianya data.
Kata terus menerus menunjuk pada pelaksanaan
kegitan, yang tidak akan ada akhirnya. Maksutnya data yang sudah terkumpul harus
dipelihara agar disesuaikan dengan perubahan - perubahan yang terjadi di
kemudian hari.
Sedang kata
teratur dimaksut menunjuk pada semua
kegiatan harus berdasarkan atau berlandaskan pada peraturan perundang-undangan
yang sesuai.
Pendaftaran
Tanah merupakan suatu hal yang harus dilakukan berkaitan dengan jual beli tanah
dan bangunan. Ketentuan ini juga berlaku peristiwa dan perbuatan hukum lainya
yang berakibat terjadinya peralihan hak atas tanah dan banguna kepada pihak
lain. Contohya waris,hibah, tukar – menukar dan hibah wasiat.
Pendaftaran
tanah yang dimaksut untuk memenuhi asas publiatif da asas speliatif yang tentu
diklaksanakan berdasarkan asas
sederhana, aman, mutakhir dan terbuka.
- TUJUAN
PENDAFTARAN TANAH.
Tujuan
pendaftaran tanah adalah :
1. Untuk
memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas
suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan
hak-hak lain yang terdaftar. yaitu dengan diberikan sertifikat tanah agar
dengan mudah membuktikan diri sebagai pemegang hak tersebut.
2. Untuk menyediakan informasi kepada Badan Pertanahan mengenai data fisik dan data yuridis dari bidang
tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar diinformasikan/publikasikan kepada umum (asas publisitief)
3. Untuk Terselenggaranya Tertib Administrasi
Pertanahan à yaitu setiap bidang tanah dan satuan rumah susun
termasuk peralihan, pembebanan, dan hapusnya hak atas tanah wajib mendaftar.
- OBYEK-OBYEK
PENDAFTERAN TANAH.
Obyek
– obyek pendafatran tanah meliputi :
a. Bidang–bidang
yang dipunyai dengan Hak Milik, hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai;
b. Hak
Pengelolaan;
c. Tanah
Wakaf;
d. Hak
Milik atas Satuan Rumah Susun;
e. Hak
Tanggungan.
f. Tanah
Negara.
Di
dalam hal ini Kami hanya menjelaskan mengenai Hak Milik dan Hak Guna Bangunan.
a. Hak Milik.
v Pengertian
Hak Milik
Hak
milik adalah hak turun temurun, terkuat, terkuat, terpenuh yang dapat di punyai atas tanah dengan
mengingat kembali fungsi sosial dari tanah, yang dapt beralih dan dapat
dialihkan kepda pihak lain.
Mengenai ketentuan tentang hak atas tanah diatur
dalam pasal 22-27 UUPA. Hak milik merupakan hak paling sempurna diatas hak lain
dibandingkan hak – hak lain.
v Subyek
Hak Milik
Menurut pasal 21 UUPA yang dapat mempunyai Hak Milik
adalah :
a. Warga
Negara Indonesia;
b. Badan
–badan hukum tertentu;
c. Badan hukum yang bergerak dalam sosial dan
keagamaan sepanjang tanahnya dipergunakan untuk itu.
Pasal 24 ayat (4) UUPA menyatakan bahwa hak milik hanya dapat
dipunyai WNI tunggal, oleh karena itu orang yang berkewanegaaran ganda dalam
soal kepemilikan tanah dianggap Warga Negara Asing.
v Sifat
–sifat Hak Milik.
Sifat-
sifat Hak Milik adalah :
- Turun-temurun
atinya Hak Milik Atas Tanah yang dimaksut
dapat beralih karena hukum dari seorang pemilk tanah yang meninggal
dunia(pewaris) kepada ahli waris;
- Terkuat
artinya Hk Milik Atas Tanah tersebut yang paling kuat diantara hak–hak lain
diatas Tanah;
- Terpenuhi
Artinya Bahwa hak milik Atas Tanah tersebut dapat dipergunakan sebagai usaha
pertanian dan juga untuk mendirikan bangunan;
- Dapat
beralih dan dialihkan;
- Dapat
beralih kredit dan dibebani Hak Tangunan;
- Jangka
waktu yang tidak terbatas.
v Tatacara
dan Syarat-syarat pemberian Hak Milik Atas Tanah.
Tatacara
dan syarat–syarat pemberian diatur dalam Peraturan Menteri Dalm Negeri Nomoe 5
Tahun 1973 tertangagal 1973. Permohonan
untuk memeperoleh tanah negara dengan Hak Milk diajukan kepada pejabat yang
berwenang melalui Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kotamadya yang bersangkutan secara tertulis. Dibuat
dalm 6 (enam) rangkap, menurut format isian.
Permohonan tersebut harus dengan keterangan tentang
:
1. Dari
Pemohon.
-
Jika Pemohon itu perorangan : nama,
umur, kewarnegaraan, kartu tanda penduduk, tempat tinggal, pekerjaan, jumlah
anngota keluarga yang menjadi tanggungannya.
-
Jika Pemohon itu adalah Badan Hukum
: nama, tempat kedudukan, akta pendirian, surat keputusan Kememtrian Dalam
Negeri tentang penunjukan sebagai badan hukum yang dapat mempunyai tanah dengan
hak milik.
2. Tanah
Yang Dimohon.
- Letak,
Batas-batasnya (bila ada);
- Status
Tanah tersebut, Sertifikat keterangan pendaftaran tanah, girik, atau petuk
pajak tanda bukti lain kalau ada;
- Jenis
tanahnya (tanah pertanian atau tanah bangunan) dan Penguasaanya/ perolehanya
(atas dasar tanah tersebut dikuasai/diperoleh pemohon);
- Tanah
yang letak dipunyai oleh pemohon termasuk yang dipunyai oleh istri atau suami
dan anak-anak yang menjadi tanggungan pemohon;
- Keterangan–keterangan
lain yang dianggap perlu, untuk daerah yang sudah mempunyai rencana induk
bangunan, diperlukan advis planing[3]dari
Dinas Tata Kota Setempat.
3. Biaya pendafataran.
- Rp.25.000
diluar pengukuran dan pemetaan untuk sporadik.
4. Waktu 120 hari kerja.
b. Hak Guna Bangunan.
v Pengertian
Hak Guna Bangunan.
Hak Guna
Banguan adalah hak untuk mendirikan bangunan dan memepunyai bangunan –bangunan
diatas tanah yang bukan miliknya sendiri. Dengan jangka waktu paling lama 30
tahun serta dapat diperpanjang lagi dengan jangaka waktu paling lama 30 tahun
(pasal 35 UUPA)dapt beralih dan dialihkan, dapat dijadikan jaminan hutang
piutang dengan dibebani Hak Tanggunan (pasal 30 dan pasal 39 UUPA).
v Subyek
Hak Guna Banguanan.
Yang
dapat memepunyai Hak Guna Bangunan:
-
Warga Negara Indonesia (WNI);
-
Badan Hukum yang dicirikan menurut
Hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
-
Orang atau badan hukum yang
mempunyai Hak Guna Bangunan dan tidak lagi memenuhi persyaratan, dalam jangaka
waktu 1 (satu) tahun wajib melepas arau mengalihkan pada pihak lain yang
memenuhi syarat.
v Sifat-
sifat Hak Guna Bangunan.
Sifat
–sifat Hak Guna Bangunan adalah:
-
Hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan diatas tanah bukan miliknya sendiri, Tanah Negara atau Tanah milik
orang lain;
-
Jangka waktu paling lama 30 Tahun
dan dapat diperpanjang lagi.
-
Dapat beralih/dialihkan kepada
pihak lain;
-
Dapat dijadikan jaminan hutang
dengan dibebani Hak Tanggunan.
v Tanah
yang Dimohon.
-
Letak, Luas serta batas-batasnya;
-
Statusnya, sertifikat atau surat
keterangan Pendaftaran Tanah, Girik, Petuk, atau pajak Bumi dan tanda bukti
lainya bila ada;
-
Jenis tanah : Tanah Pertanian
-
Tanah-tanah bangunan;
-
Penguasaan tanah/perolehan: pembebasan
jual beli dan lain- lain;
-
Tanah yang dipunyai pemohon;
-
Keterangan-keterangan lain yang
dianggaap perlu;
v Biaya
penggurusan Hak Guna Bangunan.
Biaya
penggurusan Hak Guna Bangunan :
-
Biaya pengukuran dan pembuatan
gambar situasai dsitetapkam memnurut perhitungan Peraturan Dalam Negeri No.2
1998 Junto No. 12 /1978. Biaya pendaftaran hak guna bangungan sebesar
Rp.5000(lima ribu Rupiah) untuk daerah perkotaan dan untuk daerah pedesaan
untuk perorangan dan untuk badan hukum sebesar Rp.50.000 (lima puluh ribu rupiah).
- KEGIATAN
DAN PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH UNTUK PERTAMA KALI.
Kegiatan
Pendaftaran Tanah untuk pertama kali berupa:
a. Pengumpulan
dan pengolahan data fisik;
b. Pengumpulan
dan pengolahan data yurudis serta pembukuan haknya;
c. Penerbitan
serifikat;
d. Penyajian
data yuridis, dan penyimpanan daftar umum dan dokumen.
Pendaftaran
Tanah pertaama kali dilaksaankan melalui pendaftaran secara sistematik dan pendafatran secara sporadik.
- Pengumpulan dan pengolahan
data fisik
Untuk
pengumpulan dan pengolahan data fisik pertama-tama yang dilakukan adalah
kegiatan pengukuran dan pemetaan lokasi.
Kegiatan ini meliputi :
1. Pembuatan
peta dasar pendaftaran
Kegaitan pendaftaran secara sistematik disutau
wilayah yang ditunjuk dimulai dengan pembuatan peta dasar pendaftaran, dalam
pelaksanaan pendaftaran secara sistematik, pendaftaran juga digunakan untuk
memetakan bidang-bidang yang sebelumnya
sudah didaftarkan.
Penyiapan peta dasar diperlukan untuk setiap tanah
yang didaftarkan dijamin letak secara pasti, Karena dapat direkotruksi di
lapangan setiap saat. Untuk maksud tersebut diperlukan adanya teknik-teknik
dasar Nasional. Titik yang dasar teknik adalah titik tetap yang mempunyai
koordinat yang diperoleh dari suatu pengukurandan perhitungan dalam suatu
sistem tertentu yang berfungsi sebagai titik kontrol atau titik ikat untuk
keperluan pengukuran dan rekontruksi batas.
Di wilayah-wilayah lain untuk keperluan pendaftaran
tanah secara Sporadik diusahakan juga
tersedianya peta dasar pendaftaran yang dimaksudkan. Dengan adanya peta dasar
pendaftaran tersebut bidang tanah yang dapat diketahui letaknya dalam kaitannya
dengan bidang-bidang tanah yang lain dalam suatu wilyah, sehinngga dapat
dihindarkan terjadinya penerbitan serifikat ganda atas suatu bidang tanah. Hal-hal yang menyangkut
dengan peta peta dasar pendaftaran tanah tersebut diatur dalam pasal 15 dan 16
PP 24 Tahun 1997 dan mendapat peraturan lebih lanjut danrinci dalam pasal 12 s./d
18 Peraturan Menteri 3/1997
2. Penetapan
batas-batas bidang tanah
Untuk memperoleh data fisik yang diperlukan
bidang-bidang tanah yang akan dipetakan diukur, setelah ditetapkan letaknya, batas-batasnya
dan menurut keprluanya ditempatkan tanda-tandabatas disetiap bidang tanah yang
bersangkutan. di dalam penetapan batas tersebut diupayakan penataan batas
berdasarkan kesepakatan para pihak yang berkepentingan, untuk memeperoleh
bentuk yang tertata dengan baik bagi bidang-bidang yang semula kurang mendapat
bentuk dari bidang tanah tersebut.( pasal 17 PP 24 /1997).
Penetapan batas bidang tanah yang sudah dipunyai
dengan suatu hak yang belum terdaftar atau sudah terdaftar tetapi belum ada
surat ukur atau gambar situasinya tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya,
dilakukan berdasarkan penunjukan berdasarkan penunjukan batas oleh pemegang hak
yang bersangkutan dan sedapat mungkin mendapat persutujuan dari pemilik hak
atas tanah yang berbatasan. Penetapan batas bidang tanah yang akan diberikan
dengan hak baru oleh Negara (Badan Pertanahan Nasional) dilakukan sesuai dengan
ketentuan tersebut diatas atau penunjukan instansi yang berwenang.( pasal 18 PP
24/1997)
Dalam pasal 19 diadakan ketentuan jika dalam
penetapan batas bidang-bidang tanah tersebut tidak diperoleh kesepakatan antara
pemegang hak yang bersangkutan dan pemegang hak yang berbatasan atau pemegang
hak atas tidak hadir, biarpun sudah diadakan pemangilan.
Merupakan kewajiban bagi pememgang hak atas tanah
untuk menempatkakkn tanah yang dipunyainya dan selanjutnya memeliharanya.
Mengenai penetapan dan pemasangan tanda-tanda batas
bidang diatur didalam pasal 17 s/d 19 PP 24 tahun 1997 dan mendapat pengaturan
yang lebih rinci daam pasal 19 s/d Peraturan Menteri 3/1997.
3. Pengukuran
dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembutan peta pendaftaran
Pada bidang-bidang tanah yang sudah ditetapkan
batas-batas diukur dan selanjutnya dipetakan dalam peta dasar pendaftaran.
Untuk bidang tanah yang luas pemetaannya dilakukan dengan cara membuata peta
tersendiri, dengan mengunakan data yang diambil peta dasar pendaftaran dan
hasil ukur batas tanah yang akan dipetakan.
Jika dalam wilayah pendaftaran tanah secara sporadik
belum ada peta dasar pendaftaran tanah dapat digunakan peta lain, sepanjang
peta tersebut memenuhi persyaratan teknis untuk pembuatan pendafataran misalnya
peta dari instansi pekerjaan umum atau
intansi pajak. Dalam keadaan terpaksa karena tidak adanya peta dasar pemetaan
bidang tanah yang bersangkutan dan bidang-bidang tanah tananh sekeliling yang
berbatasan, sehingga letak relatif tanah itu dapat ditentukan (pasal 20).
Pengukuran tersebut diupayakan untuk sementara
dilakukan berdasarkan batas-batas tanah yang bersangkutan. Mengenai
dilakukannya pengukuran sementara itu dan belum diperoleh sautau kesepakatan
mengenai penetapan batas tersebut, maka dibutkan sutau berita acara. Dalam
gambar ukur sebagai hasil pengukuran yang
dilakukan, dibubuhkan catatan atau tanda yang menyatakan bahwa batas-batas
tersebur merupakan bata-bats sementara, dengan demikian kegitan pengukuran dan
pemetaan tidak dapat ditangguhkan.
4. Pembuatan
daftar tanah
Bidang atau bidang-bidang tanah yang sudah dipetakan
atau dibukukan nomor pendaftaranya pada peta pendaftaran, dibukukan dalam
daftar tanah. Bentuk, isi cara pengisian, penyimpanan dan pemeliharaanya diatur
didalam Peraturan Menteri 146 s/d 155 (pasal 21). Daftar tanah dimaksudkan
sebagai suymber informasi yang lengakap mengenai nomor bidang, lokasi dan
penunjukan kenomor surat bidang tanah yang ada diwilayah pendaftaran, baik
hasil pendaftaran untuk pertama kali maupun pemeliharaan dikemudian hari.
5. Pembuatan
surat ukur
Untuk
keperluan pendaftaran haknya, bidang tanah yang sudah di ukur serta dipetakan
dalam peta pendaftaran, dibutakan surat ukur. Surat ukur memuat data fisik yang
diambil dari peta dengan skala yang biasa berbeda.
Untuk wilayah-wilayah pendaftaran tanah secara sporadik
yang belum tersedia peta pendaftaran, surat ukur dibuat dari hasil pengukuran
sebagai hasil dari sebagai mana yang telah diataur didalam pasal 20. Surat ukur
ini adalah yang dalam Peraturan Menteri Agraria nomor 6 tahun 1965 disebut gambar situai. Bentuk, sisa, cara pengisian, penyimpanan dan
pemeiliharaan surat ukur diatur didalam Peraturan Menteri 3/1197 pasal 156 s/d
161.
- Pengumpulan dan pengolahan data
yurudis serta pembukuan haknya
Dalam
kegiatan pengumpuln data yurudis diadakan pebedaan antara pembuktian hak-hak baru dan hak-hak lama. Hak—hak baru ialah hak-hak baru yang baru diberikan
atau diciptakan sejak dimulai hberlakunya PP 24/1997 sedang hak-hak atas tanah
yang berasal dari konversi hak-hak yang ada pada waktu mulai berlakunya UUPA dan
hak-hak yang belum terdaftar menurut PP 10/ 1961.
1. Hak – hak baru
Dalam
pasal 23 ditentukan, bahwa untuk keperluan pendaftaran :
v Hak
atas tanah baru data yuridisnya dapat dibuktikan dengan :
-
Penetapan pemberian hak dari
pejabat yang memberikan hak yang bersangkutan, menurut ketentuan yang berlaku,
apabila pemberian hak tersebut berasal dari Tanah Negara atau tanahh
Pengelolaan, yang dapat berikan secara individual, kolektif ataupun secara
umum;
-
Asli akta PPAT yang memeuat
pemberian hak yang bersangkutan; apabila mengenai hak Guna Bangunan dan Hak
Pakai atas tanah Hak Milik;
v Hak
pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak penggelolaan oleh pejabat
yang berwenang.
v Tanah
wakaf dibuktikan dengan penetapan akta ikrar wakaf. Ditinjau dari obyek pembukuan tanah wakaf
merupakan pendaftaran tanah untuk pertama kali, meskipun bidang tanah yang
bersangkutan sebelumya sudah didaftarkan sebagai tanah Hak Milik;
v Hak
milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan.
Pembukuannya merupakan pendaftatran
unutk pertama kali, biarpun hak atas tanah yang bersangkutan sebelumnya sudah
didaftar sebagai tanah Hak Milik;
v Pemberian
hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan.
2. Hak – hak lama
Hak- hak lama yaitu tanah yang bersal dari konfersi
hak-hak yang ada pada waltu dimulainya berlakunya UUPA dan hak-hak yang belum
didaftar menurut PP10/1961.
Pembukuan hak dilakukan melalui penegasan konversi
hak lama menjadi hak baru yang terdaftar. Selanjutnya dijelaskan, bahwa
mengenai alat-alat bukti tertulis yang
dimaksudkan dalam pasal 24 (1) dapat berupa :
v Grosse
akta hak eigendom, yang telah dibubuhi catatan, bahwa hak eigendom yang
bersangkutan dikoversi menjadi hak milik;
v Groose
akta hak eigendom yang telah diterbitkan berdasarkan Ordonantie tersebut sejak
berlakunya UUPA sampai tanggal pendaftaran tanah dilaksanakan menurut PP No.10
Tahun 196;
v Surat
tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan peraturan Swapraja yang
bersangkutan;
v Surat
hak milik yang diterbitkan berdasarkan peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun
1959;
v Surat
keputusan pemberian hak milik dari pejabat berwewenang baik sebelumnya atau
berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarakan hak yang
diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut didalamnya;
v Akta
pemindahan hak yang dibuat dibawah tangan, yang dibubuhi kesaksian kepala adat/
kepala desa/ Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya PP ini. Ini merupakan
perubahan Pasal 19 PP No.10 Tahun 1961, yang menentukan harus ada bukti atakta
PPAT sejak PP tersebut mulai dilaksanakan disuatu daerah atau;
v Akta
pemindahan hak tanh yang dibuat Oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan (seharusnya
ditambahkan: atau tanah yang sudah dibukukan, tetapi belum diikuti pendaftaran
Pemindahan hak nya di Kantor Pertanahan); atau
v Akta
ikrar wakaf atau lelang yang dibuat sebelum atau sejak dimulai dilaksanakan PP
28 Tahun 1977;
v Risalah
lelang yang dibuat oleh pejabat lelang yang berwenang yang tanah sudah
dibukukan, tetapi belum diikuti pendaftaran pemindahan haknya itu kepada Kantor
pertanahan;
v Surat
penunjukan atau pembelian (seharusnya pemberian kaveling tanah pengganti tananh
yang diambil oleh pemerintah atau Pemerintah Daerah);
v Petuk
pajak bumi/Landrete,girik, keritir, dan verponding Indondesia sebelum berlakunya
PP No 10 Tahun 1961(seharusnya sebelum berakunya UUPA tidak lagi dipunggut
pajak bumi, oleh karena tidak ada lagi Tanah-tanah hak milik adat);
v Surat
keterangan riwayat tanah yang dibuat oleh kantor pelayanan pajak dan bumi dan
Bangunan;
v Lain-lain
bentuk alat pembuktian yang dimaksut dengan nama apapun juga sebagaimana yang
dimaksud dalam Pasal II, Pasal IV da Pasal VII Ketentuan–ketentuan Konversi
UUPA.
Dalam hal bukti tertulis tersebut tidak lengkap atau
tidak ada lagi, pembuktian kepemilikan itu dapat dilakukan dengan keteranga
saksi dan atau pernyataan yang bersangkutan, yang dapat diperjaya kebenarannya
menurut Panitia Adjukasi (panitia A)
atau Kepala kantor Pertanhan. Kesaksian saksi
atau peryataan yang bersangkutan berfungsi untuk menguatkan bukti tertulis yang
tidk lengkap sekaligus sebagai pengganti bukti tertulis yang tidak ada lagi
Hal- hal yang mengenai saksi dan penilaian kebenaran
keterangan para saksi dan anggota kepemilikan itu ada tiga kemungkinan alat
pembuktiannya yaitu :
v Bukti
tertulis lengkap ( tidak memerlukan tambahan alat bukti lain);
v Bukti
tertulisnya sebagian tidak ada (diperkuat keterangan saksi dan atau yang
bersangkutan);
v Bukti
tertulis semunya tidak ada lagi(diganti keterangan saksi atau peryataan yang berasangkutan).
Pembukuan hak
Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara
lengkap alat-alat pembuktian kepemilikan yang tertulis, ketrangan saksi ataupun
pernyataan bersangkutan yang dapat dipercaya kebenarannya mengenai kepemilikan
tananh yang bersangkutan diatur didalm pasal 24 ayat (2). Maka dalm hal
demikian pembukuan haknya dapt dilakukan tidak didasarkan pada bukti pemilikan,
melainkan bukti penguasaan fisik tanahnya oleh pemohon pendaftaran dan
pendahulu-pendahulunya selama 20 tahun atau lebih secara berturut – turut.
Syarat-syarat pembukuan hak yang harus dipenuhi
untuk pembukuan hak yang bersangkutan sebagaimana dalam penjelsan pasal 2 yaitu;
v Bahwa
penguasaan dan pengguanaan tanah yangbersangkutan dilakukan dilakukan dengan
itikad baik, secara nyata dan terbuka selama waktu yang disebut diatas;
v Bahwa
kenyataan dan pengausaan tersebut tidak diganggu gugat dan oleh karena itu
diakui dan dibenarkan oleh oleh masyrakat hukum adat atau desa atau kelurahan
yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.
v Bahwa
hal-hal tersebut, yaitu pengusaan dan penggunaan tanah yang bersangkutan serta
tidak ada gangguan, diperkuat oleh kesaksian orang-orang yang terpejaya.
v Bahwa
telah diberi kesempatan kepada pihak
lain untuk mengajukan keberatan melalui pengumuman sebagaimana yang dimaksud
pasal 26
v Bahwa
akhirnya kesimpulan mengenai status tanah dan pemegang hak yang dituangkan
dalam keputusan yang besangkutan oleh Panitia Ajudikasi/kepala kantor
Pertanahan.
Menilai kebenaran alat-alat
bukti
Untuk menilai kebenaran alat-alat bukti sebagaimana
yang dimaksud dalam pasal 24, dilakukan pengumpulan dan penelitian data yuridis
mengenai bidang tanah yang bersangkutan oleh panitia Adjudikasi atau Kepala Kantor Pertanahan.
Hasil penelitian tersebut dituangkan dalam suatu daftar isian yang ditapkan
oleh Menteri.
Dalam pendaftaran tanah
secara sporadik penelitian data yuridis
yang dimaksud dalam pasal 42 ayat 2 dilakukan oleh kantor Pertanahan menurut
ketetuan pasal 82 ayat 4 peraturan Menteri No.3 Tahun 1997, dibantu oleh oleh
panitia “A”, yang dimaksud dalam keputusan Kepal Badan Pertanahan Nasional
No.12 Tahun 1992.
Pengumuman data fisik dan yuridis(
pasal 15 s/d pasal 28)
v Daftar
isian yang dal pasal 63 Peraturan menteri No.3 Tahun 1997 disebut daftar data
yuridis dan data fisik
bidang tanah tersebut diatas yang
memuat peta bidang atau bidang tanah yang bersangkutan sebagai hasil dari pengukuran
yang dimaksudkan dalam pasal 20
ayat 1yang memuat tentang data fisik,
diumunkan selam 30 (tiga puluh) hari dalam pendaftarn tanah secara
sistematik dan 60 hari secara dalm
pendaftaran tanah secara sporadik.
v Tujuan
pendaftaran adalah memberi kesempatan kepada pihak-pihak yang bekepentinagan
untuk mengajukan keberatan.
v Jangka
waktu pengumuman dalm pendaftarn tanh secarsistematik ditetapkan selama 30 hari. Pengumuman dalam pendaftaran tanah secara
sporadik wakrunya lebih lama, yaitu 30 hari.
v Tempat
pengumuman dilakukan di Kantor Panitia
Adjudikasi, Kantor Pertanahan, Kantor Kepala Desa atau Kelurahan yang bersangkutan serta di
tempat lain yang dianggap perlu.
v Keberatan
yang diajukan. Jika dalm jangka waktu penggumaman tersebut ada pihak yang
mengajukan keberatnan mengenai data
fisik dan atau data yuridis yang diumukan maka Ketua Panitia Ajudikasi atau
Kepala Kantor Pertanahan mengusahakan agar secepatnya keberatan yang diajukan
diselesaikan secara musyawarah untuk terciptanya mufakat. Jika usaha tersebut
membuakan hasil maka dibuatlah berita acara penyelesain. Jika penyelesaian
tersebut mengakibatkan perubahan pada apa yang telah diumukan, maka perubahan tersebut diadakan pada peta bidang–bidang
dan atau daftar isian yang bersangkutan. Sedangkan jika usaha penyelesaian
tesebut tidak dapat dilakukan atau tidak membuahkan hasil maka Ketua Panitia
Ajidikasi atau Kepala Kantor Pertanahan memberitahukan secara tertulis kepada pihak
yang mengajukan keberatan, agar mengajukan ke Pengadilan mengenai data fisik
dan atau data yuridis yang disengketakan.
v Pengesahan
data fisik dan data yuridis. Setelah jangka
waktu pengguman berakhir dat fisik dan dat yuridis yang diumumkan oleh
Panitia Ajudikasi atau Kepala Kantor
Pertanahan disahkan dengan berita acar pengesahn dat fisik dan data yuridis sebagai mana yang dimaksud dalam pasal 64
Peraturan menteri No.3 Tahun 1997.
3. Pembukuan hak.
1. Tata
cara pembukuan hak
Mengenai
tata cara pembukuan hak diatur didalam pasal 29. Dalam pendaftaran tanah secara
sistematik pembukuan hak diatur lebih lanjut didalam pasal 67 dan 68 Peraturan
Menteri No.3 Tahun 1997. Dalam pendaftaran secara sporadik daitur didalam pasal
89 dan 90. Bentuk, isi, dan cara pengisian buku tanah diatur dalam pasal 162 s/d 170 Peraturan Menteri tersebut.
Pembukuan
hak dalam buku tanah serta pencatatan pada surat ukur merupakan bukti, bahwa
hak yang bersangkutan beserta pemegang haknya dan bidang tanahnya diuraikan
dalm surat ukur secara hukum telah didaftar menurut PP ini (ayat 2).
2. Pelaksanaan
pembukuan
Pelaksanaan
pembukuan diatur dal pasal 30. Atas dasar alat bukti dan berita acara
pengesahan tersebut diatas hak bidang tanah :
v Data
fisik dan data yuridis yang sudah lengkap dan tidak adayang disengketakan,
dilakukan pembukuanya dalam buku tanah menurut ketentuan pasal 29 ayat (1);
v Yang
data fisik dan data yuridisnya belum lengkap dan tidak ada yang disengketakan, maka
dilakukan pembukuanya dalam buku tanah dengan
catatan mengenai hal–hal yang belum lengkap. Mengenai ketidak lengkapan
data terebut bisa berupa data fisik misalnya surat ukurnya masih didasarkan
pada batas sementara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 19 ayat 3. Bisa juga
mengenai data yuridis, misalnya belum lengakapnya tanda tangan para ahli waris
.
v Yang
data fisik dan data yuridisnya disengketakan, tetapi tidak diajukan gugatan
kepengadilan, dilakukan dilakukan pembukuan tanah . dengan catatan mengenai
adanya sengketa tanah tersebut. Kepada pihak yang berkeberatan diberitahukan
oleh Panitia Ajudikasi atau Kepala
Kantor Pertanahan secara tertu;is untuk mengajukan gugatan kepengadilan
mengenai data yang disengketakan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari dalam
pendaftaran tanah secara sistematik dan 90 (sembilan puluh) hari untuk
pendaftaran tanah secara sporadik. Dihitung sejak disampaikan pemberitahuan
tersebut. Catatan tadi akan dihapus apabila telah diperoleh penyelesaianya
secara damai antar pihak-pihak yang bersengketa atau diperolehnya putusan
pengadilan mengenai sengketa tersebut yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.
v Yang
data fisik dan data yuridisnya disengketakan dan diajukan gugatan ke
Pengadilan, tetapi tidak ada perintah dari pengadilan untiuk staus quo dan
tidak ada putusan penyitaan Pengadilan, dilakukan pembukuannya dalam buku tanah
dengan catatan adanya sengketa tersebut dan hal-hal yang disengketakan.
v Yang
data fisik dan data yuridis disengketakan dan diajukan kepengadilan, serta
adanya status perintah untuk quo atau putusan penyitaan dari Pengadilan.
Dilakukan pembukuannya dalam buku tanah dengan mengosongkan nama pemegang
haknya dan hal-hal lain yang disengketakan seta mencatat didalamnya bahwa
adanya sita atau perintah status quo tersebut.
3. Penerbitan sertifikat (pasal 31 dan
pasal 32)
a. Sertifikat
sebagai alat bukti yang kuat
Sertifikat sebagai tanda bukti hak diterbitkan untuk
kepentingan pemegang hak, sesuai dengan data yuridis yang telah didaftarkan
dalam buku tanah. memperoleh sertifikat adalah pemegang hal atas tanah yang
dijamin oleh undang–undang. Penerbitan sertifikat dimaksudkan agar pemegang hak
dapat dengan mudah membuktikan haknya oleh karena itu sertifikat alat
pembuktian yang kuat sebagamiana yang dimaksudkan dalam pasal 19 UUPA.
Sertifikat terdiri atas buku tanah yang memuat buku
tanah yang bersangkutan yang di jilid
menjadi satu dalam satu sampul dokumen. Sertifikat hak atas tanah, hak
pengolalaan dan wakaf menurut PP 24 Tahun 1997 bisa berupa satu lembar dokumen
yang memuat data fisik dan data yuridis. Dalam pendaftaran secara sistematik
tedapat ketentuan mengenai sertifikat dalam pasal 69 s/d 71 Peraturan Menteri
No. 3 Tahun 1997, sedangkan pendaftaran
secara sporadik dalam pasal 91 s/d 93.
Dalam pasal 178 peraturan Menteri No.3 Tahuhn 1997
terdapat ketentuan cara pembutan buku-buku tanah,dengan ketentuan bahwa catatan
yang bersifat sementara yang sudah dihapus tida dicantumkan.
b. Penyerahan
Sertifikat
Sertifikat hanya boleh diserahkan kepada pihak yang
namanya terrcantum didalam buku tanah yang
bersangkutan sebagia pemegang hak atau pihak lain yang dikuasakan
olehnya. Dalam hal pemegang hak sudah meninggal dunia, serifikatnya
diterimahkan oleh ahli waris atau salah seorang ahli waris dengan persetujuan
ahli waris yang lainnya.
Mengenai hak
atas tanah atau Hak Milik Atas Rumah Susun
kepunyaan bersama beberapa orang atau Badan Hukum diterbitkan satu sertifikat
yang ditrimahkan kepada satu pemegang hak bersama atas penunjukan tertulis para
pemegang hak bersama lainya dan Mengenai hak atas tanah atau hak milik atas
rumah susun kepunyaan bersama dapat diterbitkan sertifikat sejumlah pemegang
hak bersama untuk diberikan kepada tiap
pemegang hak bersama yang bersangkutan, yang nema beserta besarnya bagian
masing-masing dari hak bersama tersebut. Dengan adanya ketentuan ini maka
masing –masing akan mudah akan mudah dapat melakukan perbuatan mengenai haknya
itu. tanpa perlu mengadakan perubahan pada surat tanda bukti hak para pemegang hak
bersama yang bersangkutan.
c. Penerbitan
sertifikat
Penerbitan sertifkat yang dimaksudkan agar pemegang hak
dapat dengan mudah membuktiakan haknya. Oleh karena itu serifikat merupakat
alat pembuktian paling kuat. Sehubungan dengan itu ketidakpastian mengenai hak
atas tanah yang bersangkutan yang ternyata masih adanya catatan dalam
pembukuannya, pada prinsipnuya sertifikat tidak dapat terbitkan
Namun apabila catatan itu hanya mengenai data fisik
yang belum lengkap, tetapi tidak disengketakan sertifikatnya dapat diterbitkan.
Data fisik yang tidak lengkap itu adalah apabila data bidang tanah yang bersangkutan
merupakan hasil pemetaan sementara,
sebgaimana yang disebutkan dalam pasal 19 ayat (3).
d. Penerbitan
sertifikat pengganti
Untuk
penerbitan sertifikat pengganti tidak dilakukan pengukuran atau pemeriksaan
tanah dan nomor tidak diubah .
1. Atas
permohonan pemegang hak diterbitkan setifikat baru, sebagai pengganti
sertifikat yang rusak, atau yang masih yang masih menggunakan blangko sertifikat
yang tidak digunakan lagi. Sertifikat pengganti juga dapat diterbitkan sebagi
pengganti sertifikat yang tidak diserahkan kepada pembeli leleang dalm suatu
lelang eksekusi
2. Permohonan
hanya dapat diajukan oleh pihak yang namanya tercantum sebagai pemegang hak
daam buku tanah yang bersangkutan atau pihak lain yang merupakan penerima hak
berdasarkan akta PPAT.
3. Pengganti
sertifikat sertifikat yang rusak atau pembaharuan blangkonya dapat segera
dilaksanakan denga penyerahan sertifikat yang diganti .
4. Penggantian
sertifikat dicatat pada buku tanah yang bersangkutan. Oleh Kepala Kantor
Pertanahan diadakan pengumuman mengenai telah diterbitkanya sertifikat
pengganti tersebut dan tidak berlakunya lagi sertifikat yang lama dalam satu surat kabar setempat atas biaya
pemohon.
5. Sertifikat
pengganti diserahkan kepada pihak yang memohon pengantian atau pihak lain yang
diberi kuasa olehnya untuk menerimanya.
4. Pengajian data yuridis fisik dan
yuridis.
Penyajian data fisik dan data yuridis dimaksutkan
untuk memberi kesempatan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk dengan
mudah memeperoleh keterangan yang diperlukan. kepala kantor pertanahan menyelenggarakan pendaftaran tanah berupa daftar umum yang
terdiri dari peta pendaftaran tanah, daftar tanah, surat ukur, buku tanah, dam
daftar nama. sebagaimana yang telah ditentukan dalam pasal 33.
Data fisik dan yuridis yang tercantum dalm daftar
naman hanya dapat diberikan kepada Intansi Pemerintah, yang memerlukan untuk
pelaksannaan tugasnya. Dengan mengajukan permintaan yang menyebutkan
keperluanya. Misalnya dari Pengadilan, Kejaksaan dan Kepolisian. Permintaan
dipenuhi setelah disetujui oleh Kepala kantor Pertanahan (pasal 191).
Informasi tentang data daftar-daftar tanah yang lain
terbuka untuk umum dan dapat diberikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan,
dengan secara visual dan tertulis dalam bentuk Surat Pendaftaran tanah (SKPT), yang
bentuknya ditetapkan dalam pasal 97 Peraturan Menteri No.3 Tahun 1997.
Informasikan diberikan atas permohonan tertulis oleh pihak yang berkepentingan . ketentuan ini
tidak berlaku pada PPAT yang menurut pasal 97 Peraturan Menteri No. Tahun 1997
berkewajiban untuk mencocokan isi sertifikat yang digunakan dalam pembuatan
akta dengan daftar-daftar yang da di kantor pertanahan.
Mengenai penyajian data fisik dan data yuridis lebih
rinci terdapat dalam Pasal 187 s/d 192 Peraturan Menteri 3/1997.
5. Penyimpanan daftar umum dan dokumen.
Dokumen-dokumen yang merupakan alat pembuktian yang
telah digunakan sebagai alat pendaftaran, diberi tanda pengenal dan disimpan di
Kantor pertanahan atau ditempat lain yang ditetapkan oleh Menteri. Hal ini
dilakukan untuk mencegah hilangnya dokumen asli tersebut.
Hanya atas perintah pengadilan yang sedang mengadili
suatu perkara, dokumen asli boleh dibawa oleh Kepala Kantor Pertanahan atau
pejabat yang ditunjuknya ke sidang pengadilan tersebut untuk diperlihatkan di
kepada majelis hakim dan para pihak yang bersangkutan. Setelah itu dokumen asli
tersebut dibawa dan disimpan ditempat semula. Selain itu, dalam hal yang
sebutkan diatas dengan izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuknya
dapat memeberikan petikan, salinan, atau rekaman dokumen yang bersangkutan
kepada instansi lain yang memerlukan dalm pelaksanaan tugasnya.
Seiring kemajuan teknologi, Secara bertahap
data-data pendaftaran tanah disimpan dan disajikan menggunkan peralatan
elektronik dan mikrofilm, untuk menghemat tempat dan mempercepat akses pada
data-data yang diperlukan. Rekaman dokemen yang dihasilkan oleh alat elektronik
atau mikrofilm tersebut juga mempunyai kekuatan pembuktian setelah
ditandatangani dan dibubuhi cap Dinas oleh Kepala Kantor pertanahan.
B. PEROLEHAN
HAK ATAS TANAH
1. Pengertian
Perolehan Hak Atas Tanah
Perolehan hak atas tanah merupakan hasil dari proses
peralihan hak. Peralihan hak dapat tejadi karena dua hal yaitu beralih dan dan
dialihkan. Pengertian “beralih” yaitu
suatu perlihan hak yang dikarenakan seseorang yang mempeunyai salah satu hak,
meninggal dunia sehingga haknya itu dengan sendirinya beralih kepada ahli
warisnya.
Sedangkan yang dimaksut dengan “dialihkan” adalah suatu peralihan hak yang dilakukan dengan
sengaja agar haknya tersebut terlepas dari
pemegang hak semula dan menjadi hal pihak lain. Dengan kata lain bahwa
peralihan hak itu yterjadi akibat suatu “perbuatan
hukum” tertentu misalnya oleh
karena jual beli, tukar menukar, hibah
dan hibah wasiat.
Peralihan hak itu terjadi karena dua hal yang
berkaitan dengan hukum, yaitu peristiwa hukum dan perbuatan hukum. Kedua cara
peralihan hak tersebut harus tunduk pada ketentuan tertentu yang berkaitan
denganya.
2. Terjadinya
peralihan hak yang dapat mengakibatkan perolehan hak atas tanah .
Peralihan hak yang dimaksut disini adalah
peraliha hak yang terjadi akibat terjadinya sutau perbutan hukum tertentu
seperti jual beli, tukar menukar, hibah dan hibah wasiat.
a. Perolehan
hak atas tanah karena jualbeli.
Jual
beli merupakan cara peralihan hak yang terjadi paling banyak terjadi didalam
masyarakat. Jual beli secra umum dapat diartikan sebagai perjanjian timbal
balik yaitu pihak yang satu sebagai
penjual berjanji menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedangkan pihak yang lainya
berjanji untuk membayar harga yang
terdiri sejumlah uangsebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut.
Menurut
pasal 1457 KUHPEr, jual beli adalah suatu persetujuan dengan pihak yang satu
yangmengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu bebda dengan oihak yang lain
yang mengikatkan dirinya untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Perjanjian
jualbeli terjadi sejak adnya kata
“sepakat” Mengenai harga barang meskipun barang itu diserahkan dan harganya
belum dibayar. Dengan lahirnya kata sepakat maka lahirnya perjanjian itu.
Pembeli
baru menjadi pemilik atas barang semenjak diadakannya penyerahan atau sesudah
diadaknnya penyerahan barang tersebut. Dengan demikian, perjanjian jual beli
harus diikuti dengan penyerahan baarng agar terjadinya kepemilikan atas barang
yang diperjualbelikan. Pemilik baru berganti setelah adnya pemindahan hak milik
tersebut yang ditandai dengan penyerahan barang yang merupakan hal penting
dalam jual beli.
1. jual
beli sebelum UUPA
Menurut
hukum Barat.
Jual
beli tanah (khususnya bagi hak-hak barat) sebelum UUPA menurut KUH perdata
tidak cukup denga adanya perjanjian jual
beli saja. Tetapi juga diikuti dengan penyerahan secar yuridis atau levering
yuridis.
Levering
yuridis ini meliputi :
1. Perbuatan
hukum pemindahan hak yang dibuktikan dengan “akta balik nama”.
2. Pendaftaran
jual beli tanah yang bersangkutan yaitu pendaftaran perbuatan hukumnya.
Akta
Eigendom adalah bukti bahwa perbutan hukum itu telah didaftarkan, yang asli
yang disebut “minit” disimpan di Kantor Pertanahan sedangkan salinanya atau
“groosse” diberikan kepada pemegang haknya.
Menurut
Hukum Adat.
Jual
beli tanah menurut hukum adat artinya bersifat “tunai” artinya pemindahan hak
atas tanah dari penjual kepada pemilik terjadi serentak atau bersamaan dengan
pembayaran haraga dari pembeli kepda penjual. Selain bersifat tunai juga
bersifat terang artinya harus dilikukan didepan kepala desa atau kepala adat.
2. Jual beli sesudah UUPA
Jual
beli tanah menurut hukum positif kita adalah pemindahan hak untuk
selama-lamanya, yang dalam hukum adat dinamakan “jual lepas” dan “Tunai”
artinya begitu terjadi jual beli maka terjadi pemindahan hak dan pembayaran
harga. Sehingga putusnya hubungan antara pemilik yang lam dengan tanahnya untuk
selam-lamanya.
Pembayaran
harga oleh kedua belah pihak ada dua kemungkinan:
-
Dibayar seluruhnya (Lunas).
-
Dibayar sebagian (berangsur-angsur)
Jika
harga sisa dikemudian hari tidak dilunasi leh pihak pembeli maka akan menjadi
masal hutang piutang.
Menurut hukum positif kita sekarang jual beli harus
dilakukan di depan Pejabat Pembuat akat Tanah(PPAT) dan hanya Jual beli dengan
Akta yang dibuat oleh PPAT yang dapat didaftakan ke Kantor Pertanahan.(pasal 19
PP NO. 10 Tahun 1961)yang dibuat PPAT yaitu peralihan hak atas tanah dan hak
milik atas rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, pemasukan dalam
perusahaan dan perbuatan hukum lain kecuali pemindahan melalui lelang.
Sahnya jual beli ditegaskan dalam Keputusan MA
No.123/k/SIP/1970 dimana sahnya jual beli ditentukan oleh syarat-syarat materil
jual beli yang bersangkutan.
Adapun syarat-syarat materil yaitu:
-
Penjual berhak menjual tanah yang
bersangkutan;
-
Pembeli berhak membeli tanah yang
bersangkutan;
-
Tanah hak yang bersangkutan boleh
diperjualbelikan menurut hukum;
-
Tanah hak yang bersangkutan tidak dalam
sengketa.
b. Perolehan
hak karena tukar-menukar.
Menurut
ketentuan hukum perdata, tukar menukar merupakan suatu persetujuan yang mana
kedua belah pihak mengikatkan
diri untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik sebagai ganti
barang lain. Dal hal tukar menukar masing-masing pihak mempunyai hak dan
kewajiban pihak yang lain berhak atas suatu barang milik pihak lain yang
dperjanjikan untuk ditukarkan dan
begitu pula sebaliknya. Disamping itu pihak lain memiliki kewajiaban untuk
menyerahkan barang miliknya yang menjadi obyek tukar-menukar kepada pihak lain yang menjadi mitranya dalam
perjanjian tesebut. Tukar-menukar dalam ini disebut sebgai perjanjian yang
bersifat obligator[4].
Yaitu persetujuan yang menimbulkan hak dan kewajiban. Selain itu tukar menukar
juga bersifat konsensula artinya tukar menukar sudah mencapi kata sepakat
diantara para pihak yang bersepakat.
Perjanjian
tukar menukar juga dikenal dengan sistem barter yaitu barang dilawankan dengan
barang.
Adapun syarat bahwa masng-masing harus
merupakan pemilik barang yang berlaku pada saat yang bersangkutan menyerahkan
hak kepemilikan barang atas barang.
Tukar menukar tanah dan bangunan harus
dilakukam oleh dan dihadapan PPAT dengan membuat surat akta tukar-menukar dan
selanjutnya akta tukar-menukar tersebut
didaftarkan ke Kantor Pertanahan untuk mendatpatkan sertifikat tanah.
Dalam
peraturan menteri Agraria No.11 Tahun
1960, akta tukar menukar belum ditentukan, oleh karena itu dalam praktek sehari-hari
tukar-menukar dibuat dengan mencontoh jual-beli dengan beberapa perubahan
sesuai dengan isi tukar-menukar.
c. Hibah.
Hibah
adalah pemberian seseorang kepada orang lain dengan tidak ada pengantian apapun
(Cuma-Cuma dan tidak bersyarat) semasa ia hidup. Biasanya kepada orang yang
mempunyai hubungan kekerabatan. Sama hal dengan tukar-menukar, dalam
penghibahan hak milik atas tanah harus dilakukan didepan PPAT dengan suatu akta
hibah dan selanjutnya didaftarkan kepada Kantor Pertanahan untuk mendapat
sertifikat hak atas tanah. Selain oranng pribadi, hibah juga dapat pula
diberikan kepada badan hukum.
d. Hibah wasiat.
Berbeda
dengan hibah, hibah wasiat merupakan peralihan hak yang terjadi secara lansung
menurut kehendak dari pemberi wasiat, tetapi dengan syarat sesudah pemberi
wasiat meninggal dunia barulah terjadi peralihan hak. Selama orang yang memberi
masih hidup maka ia dapat menarik kembali pemberianya itu (membatalkan). Bila
pemberi wasiat tidak meninggal maka tidak terjadi hibah wasiat. Hibah wasiat
merupkan perbuatam hukum yang dilakukan dengan membuat surat hibah wasiat
(sering disebut hibah wasiat) baik yang ditulis dan ditandatangani sendiri oleh
pemberi hibah wasiat (surat wasiat di bawah tangan) maupun yang ditandatangani
didepan notaris(surat wasiat autentik).
e. Waris
Perolehan
hak atas tanah karena waris merupakan perolehan hak atas tanah oleh ahli waris
dari ahli waris yang berlaku sejak pewaris meninggal dunia.perolehan hak atas
tanah waris merupakan akibat dari suatu peristiwa hukum yaitu meninggal seorang
pewaris sehingga hak pewaris atas suatu tanah beralih (secara hukum) kepada
ahli waris yang berhak. perolehan hak oleh ahli waris terjadi setelah pewaris
meninggal dunia dan biasanya dikuatkan
dengan surat keterang waris yang dibuat oleh pejabat yang berwenang.
Secara
hukum perolehan hak atas tanah karena waris harus dilanjutkan dengan
pendaftaran perolehan hak tersebut Kantor Pertanahan setempat untuk mencatat
peralihan hak dari pewaris kepada ahli waris.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Berdasarkan
Analisis masalah yang ada dalam pembahasan diatas maka kami menyimpulkan
sebagai berikut :
1. Perdaftaran tanah dilakukan bertujuan untuk
memberikan kepastian hukum serta perlindungan hukum kepadapemeganga hak atas
sutau bidang tanah. Hal ini diwujudkan dengan adanya pemberian sertifikat tanah
kepada pemegang hak atas tanah yang sah.
2. Untuk
Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun kepunyaan bersama yang
dipakai oleh beberapa orang atau badan huku maka diterbitkan satu sertifikat,
yang diterimahkan kepada salah satu pemegang atas persetujuan dan penunjukan
tertulis kepada salah satu pemegang hak bersama lainnya.
3. Mengenai
Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas
Satuan Rumah Susun Kepunyaan bersama dapat diterbitkan dan diberikan sertifikat sebanyak jumlah pemegang Hak yang
bersangkutan, yang memuat nama beserta besarnya bagian masing –masing hak
bersama tersebut.
4. Perolehan
Hak Atas Tanah merupakan hasil Peralihan Hak, yang terjadi meluli suatu
pebuatan hukum misalnya jual beli, tukar menukar, hibah dan hibah wasiat.
C. Saran.
1. disarankan
kepada pemegang hak atas tanah agar melaksanakan Pendaftaran tanah demi
mendapatkan kepastian dan perlindungan hukum. Dengan diterbitkanya setifikat
maka dengan mudah pemegang hak dapat membuktikan haknya.
2. perlu penyederhanaan dan kemudahan agar proses
pendaftaran tanah cepat selesai agar masyarakat dengan mudah mendaftarakan
haknya.
DAFTAR PUSTAKA
Boedi
Harsono,Pengantar Hukum Tanah,2008,
Jakarta.
Prof.Ny
Arie S.Hutagalung,SH.,M.L.I.,dkk. Asas-Asas
Pertanahan, 2005, Depok.
G.
Kartasapoetra, Masalah Pertanahan di
Indonesia, Rineka Cipta, 1992, Jakarta.
H. Acmad Chomzah, S.H, Hukum Pertanahan, Prestasi Pustaka,
Jakarta.
Harun Rayid, S.H,
Sekilas Tentang Jual Beli Tanah, Ghalia Indonesia, 1986, Jakarta.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA).
informasi pelayanan. Pertanahan
kotamadya Jakarta Timur.
PP NO. 10 Tahun 1961
peraturan pemerintah nomor 24 tahun
1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar